dear god

Jumat, 10 Mei 2013

preeklampsia


Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam keadaan nifas yang terdiri dari trias: hipertensi, proteinuria, dan edema yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma. Ibu tersebut tidak menunjukan tanda-tanda kelainan-kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya
Preeklampsia adalah terjadi peningkatan tekanan darah disertai proteinuria akibat kehamilan ; terutama pada komplikasi primigravida, terjadi setelah usia gestasi 20 sampai 40 minggu, kecuali jika terdapat penyakit trofoblastik (Varney, 2002).
Menurut Cunningham (2009) preeklampsia adalah suatu sindrom khas kehamilan berupa penurunan perfusi organ akibat vasospasme dan pengaktifan endotel. Menurut pendapat lain, preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan (Prawirohardjo, 2007).
b.  Etiologi
Apa yang menjadi penyebab preeklampsia dan eklampsia sampai sekarang belum diketahui. Banyak teori yang mencoba menerangkansebab – musabab penaykit tersebut, akan tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban yang memuaskan. Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal – hal berikut (Prawirohardjo, 2007) :
1)   Sebab bertambahnya frekuensi pada primigradivitas, kehamilan ganda, hidramnion dan mola hidatidosa
2)   Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan
3)   Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus
4)   Sebab jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilan – kehamilan berikutnya
5)   Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.
Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab preeklampsia ialah “Iskemia Plasenta”. Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit itu. Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan preeklampsia dan eklampsia. Diantara faktor – faktor yang ditemukan sering sekali sukar ditentukan mana yang sebab dan mana yang akibat (Prawirohardjo, 2007).
c.  Patofisiologi Preeklampsia
Menurut Prawirohardjo (2007) preeklampsai jarang sekali menyebabkan kematian ibu. Oleh karena itu sebagian besar pemeriksaan anatomi – patologik berasal dari penderita eklampsia yang meninggal. Pada penyelidikan akhir – akhir ini dengan biopsi hati dan ginjal ternyata perubahan anatomi – patologik pada alat – alat itu pada
preeklampsia tidak banyak berbeda daripada yang ditemukan eklampsia. Perlu dikemukakan disini bahwa tidak ada perubahan histopatologik yang khas pada preeklampsia dan eklampsia. Perdarahan, infark, nekrosis dan trombosis pembuluh darah kecil pada penyakit ini dapat ditemukan dalam berbagai alat tubuh. Perubahan tersebut mungkin sering kali disebabkan vasospasme arteriola. Penimbunan fibrin dalam pembuluh darah merupakan faktor penting juga dalam patogenesis kelainan – kelainan tersebut (Prawirohardjo, 2007).
d.  Manifestasi Klinis Preeklampsia
Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya dua dari tiga tanda dan gejala yaitu kenaikan berat badan yang berlebihan, edema, hipertensi dan proteinuria (Prawirohardjo, 2007).
1)   Penambahan berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg beberapa kali dalam seminggu, edema terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan pada kaki, jari tangan, dan muka.
2)   Tekanan darah > 140/90 mmHg atau kenaikan sistolik > 30 mmHg atau diastolik > 15 mmHg. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat.
3)   Proteinuria bila terdapat protein sebanyak 0,3 gr/liter dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1 atau 2, kadar protein > 1 gr/liter dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau urin porsi tengah yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam.
e. Gejala-gejala
Gejala-gejala preeklamsi menurut Prawirohardjo (2007) diantaranya yaitu:
1)            Hipertensi
Hipertensi merupakan tanda terpenting guna menegakkan diagnosis hipertensi dalam kehamilan.Tekanan diastolik menggambarkan resistensi perifer, sedangkan sistolik menggambarkan besaran curah jantung.Pada preeklampsia peningkatan reaktivitas vascular dimulai umur kehamilan 20 minggu tetapi hipertensi dideteksi umumnya pada trimester II. Timbulnya hipertensi adalah akibat vasopasme menyeluruh dengan ukuran tekanan darah ≥ 140/90 mmHg selam 6 jam. Tekanan distolik ditentukan pada hilangnya suara Korotkoff phase V. Dipilihnya tekanan diastolik 90 mmHg sebagai batas hipertensi, karena batas tekanan 90 mmHg yang disertai proteinuria, mempunyai korelasi dengan kematian perinatal tinggi.
2)            Edema
Edema dapat terjadi pada kehamilan normal. Edema yang terjadi pada kehamilan mempunyai banyak interpretasi, misalnya 40% edema dijumpai pada hamil normal, 60% edema dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi dan 80% edema dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi dan proteinuria. Edema terjadi karena hipoalbuminemiaatau kerusakan sel endotel kapiler.Edema yang patologik adalah edema yang nondependent pada muka dan tangan atau edema generalisata dan biasanya disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat.
3)            Proteinuria
a)    Bila proteinuriatimbul:
(1)     Sebelum hipertensi, umumnya merupakan gejala penyakit ginjal
(2)     Tanpa hipertensi, maka dapat dipertimbangkan sebagai penyulit kehamilan.
(3)     Tanpa kenaikan darah diastolik ≥ 90 mmHg, umumnya ditemukan pada infeksi saluran kencing atau anemia. Jarang ditemukan proteinuria pada tekanan diastolik < 90 mmHg.
b)    Proteinuria merupakan syarat untuk diagnosis preeklampsia, tetapi proteinuria umumnya timbul jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai preeklampsia tanpa proteinuria, karena janin sudah lahir terlebih dahulu.
c)    Pengukuran proteinuria dapat dilakukan dengan (a) urin dipstick: 100 mg/l atau + 1, sekurang-kurangnya diperiksa 2 kali urin acak selang 6 jam dan (b) pengumpulan proteinuria dalam 24 jam. Dianggap patologis bila besaran proteinuria≥ 300 mg/24 jam.

f. klasifikasi Preeklampsia
Klasifikasi preeklampsia dibagi menjadi 2 golongan yaitu (Prawirohardjo, 2007) :
1)      Preeklampsia ringan
a)         Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring terlentang atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih atau kenaik sistolik 30 mm Hg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam sebaiknya 6 jam.
b)        Edema umum, kaki, jari tangan dan muka atau kenaikan berat badan 1 kg atau lebih per minggu.
c)         Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter, kwalitatif 1+ atau 2 + pada urin kateter
2)      Preeklampsia berat
a)         Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
b)        Proteinuria5 gr atau lebih per liter
c)         Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam
d)         Adanya gangguan selebral, gangguan visus dan rasa nyeri di epigastrium
e)         Terdapat edema paru dan sianosis

g. Faktor Risiko
Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami preeklampsia bila mempunyai faktor-faktor risiko sebagai berikut Bobak (2004):
1)      Paritas
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang wanita (BKKBN, 2006).
 Paritas terdiri dari para dan gravida, para adalah wanita yang pernah melahirkan bayi aterm. Gravida adalah wanita yang sedang hamil (Manuaba, 2008).
a)        Gravida
Gravida adalah wanita yang sedang hamil, Gravida dibagi menjadi (Manuaba, 2010) :
1)                  Primigravida
Wanita yang telah hamil untuk pertama kalinya(Manuaba, 2010). Dari kejadian delapan puluh persen semua kasus preeklampsia pada kehamilan, 3 – 8 persen pasien terutama  pada primigravida, pada kehamilan trimester kedua (Lewllyn, 2001).
2.) Multigravida
Multigravida adalah wanita yang telah hamil lebih dari satu kali (Manuaba, 2010).
Preeklampsia dapat terjadi pada multigravida biasanya menunjukan hipertensi yang diperberat oleh kehamilan (Cuningham, 2009).
2)                 Grandemultigravida
Wanita yang telah hamil lebih dari 5 kali (Manuaba, 2010). Preeklampsia menurun pada paritas grandemultigravida, namun kondisi obstetrik yang bekaitan dengan peningkatan masa plasenta, seperti gestasi multijanin dan mola hidatidosa, penyakit ginjal dan diabetes melitus membuat resiko preeklampsia menjadi lebih tinggi (Bobak, 2004).
b)        Para
Para adalah wanita yang pernah melahirkan bayi aterm (Manuaba, 2010).
1)     Primipara
Yaitu seorang wanita yang pernah melahirkan satu kali (Manuaba, 2010).
Primipara dan gravida pada usia di atas 35 tahun merupakan kelompok risiko tinggi untuk toksemia gravidarum, Kematian maternal akan meningkat tinggi jika sudah menjadi eklampsia (Prawirohardjo, 2007).
2)     Multipara
Yaitu wanita yang telah pernah  melahirkan  anak hidup beberapa kali, dimana persalinan tersebut tidak lebih dari 5 kali (Manuaba, 2010) Multipara (Paritas sedang) digolongkan pada hamil dan bersalin dua sampai lima kali. Pada paritas sedang ini, sudah masuk kategori rawan terutama pada kasus-kasus obstetric yang jelek, serta interval kehamilan yang terlalu dekat kurang dari 2 tahun , pada multipara, penyakit ini biasanya dijumpai pada ibu dengan kehamilan multifetus dan hidrp fetalis, ibu yang menderita penyakit vaskular termasuk hipertensi kronis dan diabetes militus atau dengan penyakit ginjal (Cunningham, 2009)
3)     Grandemultipara
Yaitu wanita yang telah melahirkan janin aterm lebih dari 5 kali (Manuaba, 2010) Kehamilan dan persalinan pada paritas tinggi atau grandemulti, adalah ibu hamil dan melahirkan di atas 5 kali, Paritas tinggi merupakan paritas rawan oleh karena paritas tinggi banyak kejadian – kejadian obstetri patologi yang bersumber pada paritas tinggi, antara lain : Plasenta praevia, perdarahan post – partum, dan lebih memungkinkan lagi terjadinya atonia uteri. Pada paritas tinggi bisa terjadi preeklampsia ringan oleh karena paritas tinggi banyak terjadi pada ibu usia lebih 35 tahun.
2)      Umur
Dalam kurun waktu reproduksi sehat diketahui bahwa, usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20 sampai 30 tahun. Kematian wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2 sampai 5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20 sampai 29 tahun. Kematian meningkat kembali pada usia 30 sampai 35 tahun (Manuaba, 2009)
Umur dibawah 20 tahun adalah usia yang sebaiknya tidak mempunyai anak karena berbagai alasan medis, seperti abortus, pre-eklampsia, diabetes mellitus gestasional dan resiko melahirkan bayi dengan sindrom down ( Hartanto, 2004).
Menurut Cunningham (2009), usia < 20 tahun dan > 35 tahun lebih beresiko terhadap kejadian preeklampsia, hal ini dikarenakan pada usia < 20 tahun diduga adanya suatu imunologi disamping endokrin dan genetik, sedangkan preeklampsia pada usia > 35 tahun diduga akibat hipertensi yang diperberat oleh kehamilan.
3)      Riwayat penyakit kronis
Hipertensi kronis didefinisikaan sebagai hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan atau didiagnosa sebelum usia kehamilan 20 minggu. Hipertensi yang menetap lebih dari enam minggu postpartumjuga diklasifikasi sebagai hipertensi kronis meningkatkan morbiditas dan morbilitas maternal dan perinatal (Bobak, 2004)
4)      Riwayat pre-eklampsia
Faktor keturunan dan familial dengan metode model gen tunggal. Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula. Sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami preeklampsia (Prawirohardjo, 2007).
Anak wanita dan saudara wanita ibu preeklampsia memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk terkena eklampsia daripada ibu yang tidak memiliki riwayat preeklampsia dalam keluarganya (Bobak, 2004).
h. Komplikasi Preeklampsia/eklampsia
Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsia dan eklampsia. Komplikasi dibawah ini yang biasa terjadi pada preeklampsia berat dan eklampsia(Prawirohardjo, 2007):
1)            Solusio plasenta
Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada preeklampsia.
2)            Hipofibrinogenemia
Biasanya terjadi pada preeklampsia berat. Oleh karena itu dianjurkan untuk pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
3)            Hemolisis
Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal dengan ikterus.Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel hati atau destruksi sel darah merah.Nekrosis periportalhati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut.
4)            Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.
5)            Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat terjadi.Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina. Hal ini merupakan tanda gawat akan terjadi apopleksia serebri.
6)            Edema paru-paru
Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi.Kadang-kadang ditemukan abses paru-paru.
7)            Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada preeklampsia/eklampsia merupakan akibat vasospasme arteriole umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia tetapi ternyata juga dapat ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
8)   Sindroma HELLP yaitu haemolysis, elevated liver enzymes dan low Platelet.Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati, hepatoseluler peningkatan enzim hati (SGPT,SGOT), gejala subjektif (cepat lelah, mual, muntah, nyeri epigastrium), hemolisis akibat kerusakan membran eritrosit oleh radikal bebas asam lemak jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia (<150.000/cc), agregasi (adhesi trombosit di dinding vaskuler), kerusakan tromboksan (vasokonstriktorkuat), lisosom
9) Kelainan ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur yang lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
10) Komplikasi lain
Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang- kejang pneumonia aspirasi dan DIC (disseminated intravascular cogulation).
11) Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uterin.
i.     Penatalaksanaan
Penatalaksanaan preeklampsia dan eklampsia menurut prawirohardjo (2007) diantaranya yaitu:
1)        Preeklampsia ringan
a)         Penatalaksanaan rawat jalan pasien preeklampsia ringan :
(1)     Banyak istirahat (berbaring/tidur miring)
(2)     Diet ; cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
(3)     Sedatif ringan ; tablet Phenobarbital 3 x 30 mg atau diazepam 3x2 mg per oral selama 7 hari
(4)     Roboratia
(5)     Kunjungan ulang setiap 1 minggu
(6)     Pemeriksaan laboratorium; hemoglobin, hematokrit, urin lengkap, asam urat darah, fungsi hati dan fungsi ginjal
b)        Penatalaksanaan rawat tinggal pasien preeklampsia ringan berdasarkan kriteria, Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya perbaikan dari gejal-gejala preeklampsia seperti kenaikan berat badan ibu 1 kg atau lebih per minggu selama 2 kali berturut-turut (2 minggu) dan timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda preeklampsia berat.
Bila setelah 1 minggu perawatan di atas tidak ada perbaikan maka preeklampsia ringan dianggap berat.Bila dalam perawatan di rumah sakit sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan kehamilan masih preterm maka penderita tetap dirawat selama 2 hari lagi baru dipulangkan.Perawatan lalu disesuaikan dengan perawatan rawat jalan.

2)        Preeklampsia berat
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi:
a)         Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medisal.
b)        Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medisal.